P PELAPISAN SOSIAL
1. Pengertian
Pelapisan sosial merupakan gejala alami yang dapat Anda jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Keberadaannya merupakan konsikuensi logis dari beberapa
faktor yang selalau ada dalam kehidupan manusia, yaitu berkaitan dengan keturunan,
pendidikan, pekerjaan, kekayaan, dan sebagainya. Dari faktor keturunan Anda
mengetahui adanya golongan yang berpendidikan rendah, menengah, dan tinggi.
Dari faktor pekerjaan Anda mengetahui adanya kelompok petani, pedagang,
pemusik, pengamen, pemulung, dan sebagainya. Dari faktor kekayaan Anda
mengetahui adanya golongan miskin, menengah, dan kaya.
Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa
pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di
dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya.
Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah
tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang
ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa
tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
2. Dasar-Dasar Pembentukan
Pelapisan Sosial
Proses terbentuknya pelapisan sosial dapat terjadi melalui dua cara, yakni
secara alamiah dan secara disengaja atau direncanakan oleh manusia. Pelapisan
sosial yang terjadi secara alamiah tidak dapat dilepaskan oleh kecendrungan
bakat, minat, dan dukungan lingkungan. Misalnya dilingkungan pantai berkembang
masyarakat nelayan, di sekitar lahan yang subur berkembang masyarakat petani,
dan banyak lagi contoh-contoh lain yang berhubungan dengan proses pelapisan
sosial secara alamiah. Adapun pelapisan sosial yang sengaja direncanakan oleh
manusia dapat diperhatikan pada organisasi politik seperti pembagian kekuasaan,
pembentukan organisasi politik, dan lain sebagainya.
a. Pelapisan Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Di pandang
dari sudut ekonomi terdapat tiga lapisan masyarakat, yaitu kelas atas (upper
class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class).
Masyarakat kelas atas (upper class) merupakan kelompok orang kaya yang diliputi
dengan kemewahan. Masyarakat kelas menengah (middle class) merupakan kelompok
orang yang berkecukupan, yakni mereka yang berfkecukupan dalam hal kebutuhan
sandang, pangan, dan papan. Sedangkan masyarakat kelas bawah (lower class)
merupakan sekelompok orang miskin yang sering mengalami kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b. Pelapisan Sosial Bersdasarkan Kriteria Sosial
Sehubungan
dengan status sosial, Robert M.Z. Lawang mengemukakan dua pengertian, yakni
ditinjau dari sudut obyektif dan subyektif. Secara obyektif, status sosial
merupakan suatu tatanan hak dan kewajiban yang secara hierarkis terdapat dalam
suatu struktur formal sebuah organisasi. Secara subyektif, status sosial
merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang yang terkait
dengan siapa seseorang tersebut berhubungan. Dalam kaitan ini, secara subyektif
seorang bisa saja memberikan penilaian terhadap orang lain, apakah lebih tinggi
atau lebih rendah statusnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk
memberikan penilain, apakah seseorang memiliki status sosial lebih tignggi atau
lebih rendah dalam kehidupan sosial. Talcot Parsons mengemukakan lima kriteria
sebagai berikut:
1)
Kelahiran, yakni status yang diperoleh
berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawwanan, ras, dan
lain-lain.
2)
Kepemilikan, yakni status yang dipeeroleh
berdasarkan harta yang diperoleh berdasarkan harta yang dimiliki oleh
seseorang, seperti miskin, sedang, dan kaya.
3)
Kualitas pribadi, yakni status yang diperoleh
berdasarkan kualitas-kualitas kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain,
seperti kecerdasan, kelembutan, kebijaksanaan, dan lain-lain.
4)
Otoritas, yakni status yang diperoleh
berdasarkan kemampuan untuk memengaruhi orang lain sehingga bersedia mengikuti
segala sesuatu yang diinginkan.
5)
Prestasi, yakni status yang diperoleh
berdasarkan prestasi yang dicapai, baik dalam hal berusaha, pendidikan,
pekerjaan, dan lain sebagainya.
c. Pelapisan Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Status
sosial yang berdasarkan kriteria politik merupakan penggolongan anggota
masyarakat berdasarkan tingkat kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar kekuasaan
yang dimiliki, maka semakin tinggi pula statusnya di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Mac Iver mengemukakan tiga pola umum dalam sistem pelapisan
kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarkhis, dan tipe demokratis.
Pola
pelapisan sosial tipe kasta memiliki garis pemisah yang sangat tegas dan sulit
ditembus. Pola pelapisan kekuasaan tipe kasta ini dapat diperhatikan pada
sistem kekuasaan yang terdapat pada kerajaan-kerajaan. Pola pelapisan kekuasaan
tipe oligharkis juga menggambarkan adanya garis pemisah yang tegas antara
tiap-tiap lapisan, akan tetapi perbedaan antara tiap-tiap pelapisan tersebut
tidak terlalu kaku.
Adapun dalam
referensi lain dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut:
Ukuran Kekayaan
Kekayaan (materi atau
kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam
lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak
mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian
pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke
dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada
bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara
berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
Ukuran Kekuasaan dan Wewenang
Seseorang yang mempunyai
kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam
sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan
sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat
biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya,
kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas
dari ukuran-ukran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau
dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial
masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional,
biasanya mereka sangat menghoramti orang-orang yang banyak jasanya kepada
masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi
luhur.
Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering
dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi
dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu
pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan),
atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
doktorandus, doktor ataupun gelar
profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif
dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi
daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan
cara-cara yang tidak benar umtuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan
membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
3.
Pengaruh Pelapisan Sosial
Adanya pelapisan sosial dapat mengakibatkan atau memengaruhi
tindakan-tindakan warga masyarakat dalam interaksi sosialnya. Pola tindakan
individi-individu masyarakat sebagai kensekuensi dari adanya perbedaan status
dan peran sosial akan muncul dengan sendirinya. Pelapisan masyarakat memengaruhi
munculnya Life Chesser dan life stile tertentu dalam masyarakat,
yaitu kemundahan hidup dan gaya hidup tersendiri. Misalnya, orang kaya (lapisan
atas) akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidupnya, jika dibandingkan
orang miskin (lapisan bawah); dan orang kaya akan punya gaya hidup tertentu
yang berbeda dengan orang miskin.
B.
PERBEDAAN SOSIAL
1.
Pengertian
Pada dasarnya perbedaan menunjukan adanya keragaman. Bangsa Indonesia
memiliki keragaman yang luar biasa yang merupakan potensi tersendiri bagi
pembangunan, baik ditinjau dari suku, adat istiadat, bahasa, ras, budaya,
agama, dan lain sebagainya. Keragaman seperti ini menunjukan adanya perbedaan
sosial pada masyrakat Indonesia. Konsep perbedaan sosial lebih diartikan
sebagai keragaman yang bersifat horisontal, bukan pembedaan kelas yang bersifat
vertikal.
Perbedaan sosial mengandung
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Ciri-ciri fisik, yakni ciri-ciri yang
berhubungan dengan sifat-sifat yang ditunjukan oleh ras, seperti: bentuk dan
warna rambut, warna kulit, postur tubuh, bentuk dan warna mata, dan lain
sebagainya.
b.
Ciri-ciri sosial, yakni ciri-ciri yang
berhubungan dengan fungsi warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
c.
Ciri-ciri budaya, yakni ciri-ciri yang
berhubungan dengan adat istiadat dan kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat.
- Bentuk-Bentuk Perbedaan Sosial
a.
Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Jenis
Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori sosial yang tidak bisa dibantah karena
didapatkan oleh manusia berdasarkan kelahiran. Secara prinsip perbedaan jenis
kelamin merupakan perbedaan yang bersifat horisontal sehingga tidak ada
perbedaan tingkatan yang didasarkan atas jenis kelamin.
b.
Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Ras
Penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri fisik yang khas tersebut dikenal
dengan istilah ras. Dengan demikian, ras merupakan pengelompokan manusia yang didasarkan
atas ciri-ciri fisik atau biologis yang melekat pada diri manusia tersebut,
bukan ciri-ciri yang bersifat sosio-kultural.
A.L. Kroeber, seorang ahli somatologi, menjelaskan bahwa ras manusia di
dunia dibedakan atas lima macam, yaitu Australoid, Mongoloid, Kaukasoid,
Negroid, dan ras-ras khusus lainnya.
c.
Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Profesi
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Orang
yang telah ahli dan mengeluti bidang pekerjaan tertentu dikenal sebagai orang
yang profesional.
Selaras dengan perkembangan
zaman, manusia dituntut untuk profesional. Oleh karena itu, mau tidak mau
manusia harus memilih salah satu bidang yang menjadi kecendrungan terkuat dari
dirinya sehingga benar-benar ahli dalam bidang yang diplih tersebut.
d.
Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Klan
Klan merupakan suatu satuan sosial yang para anggotanya memiliki hubungan
kekerabatan. Kesatuan Klan didasarkan atas hubungan darah atau keturunan.
Kelompok kerabatnya yang didasarkan pada garis keturunan dari pihak bapak
dikenal dengan istilah patrilineal, sedangkan
kelompok ekerabatan yang didasarkan pada garis keturunan dari pihak ibu dikenal
dengan istilah matrilineal.
e.
Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Suku
Bangsa
Adapun beberapa kesamaan ciri-ciri yang membentuk suku bangsa antara lain:
(a) tipologi fisik, (b) bahasa yang digunakan, (c) adat istiadat, (d) kesenian,
dan (e) adanya kesadaran kolektif. Perbedaan suku bangsa bersifat horisontal
sehingga masing-masing suku bangsa memiliki persamaan derajat, harkat, dan
martabat.
f.
Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Agama
Menurut Emile Durkheim, agama merupakan suatu sistem terpadu mengenai
kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal yang suci dan menyatukan
semnua pengikutnya dalam suatu komunitas maoral yang disebut umat. Setiap
Dengan demikian umat merupakan penggolongan masyarakat berdasarkan agama yang
dianut.
C. INTERAKSI
SOSIAL
1. Pengertian
Interaksi sosial merupakan
hubungan timbal balik atau proses saling memengaruhi yang terjadi antara sesama
manusia. Interaksi sosial merupakan dasar bagi pembentukan sebuah sistem
masyarakat karena melalui interaksi sosial itulah setiap orang akan
dimungkinkan untuk saling mengenal dan secara sadar membentuk sebuah sistem
masyarakat.
Tipe
interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek
kualitasnya maupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial
di daerah pedesaan dan perkotaan, di antaranya:
a. Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan
tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontrak pribadi per individu lebih
sedikit. Demikian pula kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, koran,
dan media lain yang lebih sophisticated.
b. Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun
secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung formal
sepintas lalu, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas
atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan
tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi. Hal yang lain pada masyarakat
pedesaan, daerah jangkauan kontak sosialnya biasanya terbatas dan sempit. Di
kota kontak sosial lebih tersebar pada daerah yang luas, melalui perdagangan,
perusahaan, industri, pemerintahan, pendidikan, agama, dan sebagainya. Kontak
sosial di kotj penyebabnya bermacam-macam dan bervariasi bila dibandingkan
dengan "dunia kecil" atau masyarakat pedesaan.
2. Syarat-Syarat
Terjadinya Interaksi Sosial
Seperti yang
disinggung sebelumnya, interaksi sosial terjadi dalam bentuk komunikasi, baik
antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara
kelompok dengan kelompok, yang terjadi melalui kontak.
Interaksi
sosial dapat terjadi secara berulang-ulang di antara pelaku yang sama dan dalam
waktu yang relatif sama. Interaksi sosial memerlukukan pola-pola baku yang
dianggap ideal agar tercipta keteraturan sosial. Pola baku yang dianggap ideal
tersebut memiliki beberapa syarat, yaitu: (1) Memiliki tujuan, manfaat, dan
kegunaan yang jelas dan (2) sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma-norma sosial
yang berlaku. Kontak sosial dan komunikasi, sebagaimana yang telah disebutkan
merupakan syarat terjadinya interaksi sosial.
3. Proses
Interaksi Sosial
Kontak
sosial merupakan peristiwa bertemunya antara satu pihak dengan pihak lain,
sedangkan komunikasi merupakan proses saling berhubungan dan saling
menyampaikan pesan antara dua belah pihak dengan menggunakan media tertentu.
D.
KONFLIK SOSIAL
1.
Pengertian
Konflik
sosial merupakan benturan kepentingan antara dua orang atau lebih yang saling
memengaruhi dalam proses interaksi sebagai akibat dari adanya perbedaan paham
atau perbedaan kepentingan yang bersifat mendasar. Munculnya konflik di awali
oleh adanya jurang pemisah yang meretakkan proses interaksi sosial.
Wujud
konflik sosial ditandai oleh adanya upaya saling mengancam dan bahkan saling
menghancurkan satu sama lain secara tidak wajar dan tidak konstitusional.
Jika
interaksi dilaksanakan secara serasi, selaras, dan seimbang berdasarkan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, maka akan tercipta sebuah keteraturan
sosial sehingga kehidupan akan terasa aman dan tentram. Sebaliknya, jika
interaksi yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku, maka akan terjadi konflik sosial yang tidak dikehendaki.
2.
Bentuk-Bentuk
Interaksi yang Menghambat Terciptanya Keteraturan Sosial
1. Persaingan(competitive)
Pada dasarnya persaingan
merupakan suatu perjuangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
untuk memperoleh hasil yang diinginkan tanpa menimbulkan ancaman atau benturan
fisik dari pesaingnya.
2. Kontravensi
Kontravensi merupakan suatu
bentuk proses sosial yang menunjukan gejala ketidaksenangan terhadap pihak
lain, baik yang dinyatakan secara terang-terangan maupun secara tersembunyi.
3. Pertentangan (conflict)
Pertentangan atau konflik
dapat terjadi karena adanya perbedaan paham dan perbedaan kepentingan yang
sangat mendasar sehingga menimbulkan jurang pemisah yang mengganggu proses
interaksi sosial
3.
Antagonisme Sosial
Antagonisme
sosial adalah suatu kondisi sosial yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur
yang saling berlawanan satu sama lain sehingga mengganggu pencapaian integrasi
sosial. Secara garis besar terdapat dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya
antagonisme sosial, yakni: faktor-faktor yang bersifat individual dan
faktor-faktor yang bersifat sosial.
Bentuk-bentuk konflik sosial:
1. Konflik antarkelas.2.
Konflik antarras.
3. Konflik antarkelompok
horisontal.
4. Konflik antarkelompok
teritorial.
5. Konflik antarkelompok
korporatif.
6. Konflik antarkelompok
ideologis.
E. INTEGRASI SOSIAL
1.
Pengertian
Integrasi
merupakan proses mempersatukan masyarakat sehingga terjadi hubungan-hubungan
yang harmonis yang didasarkan atas tatanan-tatanan yang disepakati bersama.
Menyatukan beberapa masyarakat sama artinya dengan membuang beberapa
antagonisme yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan dan sekaligus
menghentikan pergolakan yang dapat mengancam integrasi. Interaksi yang
dilaksanakan secara serasi, selaras, dan seimbang berdasarkan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku, akan menciptakan keteraturan sosial. Keteraturan
sosial bisa dianggap sebagai kondisi yang mendukung terciptanya integrasi
sosial.
Integrasi
merupakan proses mepersatukan masyarakat sehingga terjadi hubungan-hubungan
yang harmonis yang didasarkan atas tatanan-tatanan yang disepakati bersama.
2.
Bentuk-Bentuk Interaksi yang Mendorong Terciptanya Keteraturan Sosial
1.
Kerjasama (cooperation)
Ditinjau
dari pelaksanaannya, James D. Thomson dan William J. Mc Ewen, membedakan
kerjasama atas lima bentuk, yaitu: (a) kerukunan yang meliputi gotong royong
dan tolong menolong, (b) bargaining, yaitu kerjasama yang dilaksanakan atas
dasar perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau
lebih, (c) kooptasi, yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam
kepemimpinan dalam suatu organisasi untuk menghindari kegoncangan dalam
stabilitas organisasi yang bersangkutan, (d) koalisi, yaitu kerjasama yang
dilaksanakan oleh dua organisasi atau lebih yang memiliki tujuan yang sama, dan
(e) joint-venture, yakni kerjasama saling berpatungan yang dilaksanakan karena
adanya pengusahaan proyek-proyek tertentu.
2.
Akomodasi (accomodation)
Akomodasi
merupakan suatu proses penyesuaian yang terjadi melalui proses interaksi, baik
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok
dengan kelompok dalam rangka meredakan tegangan.
3.
Asimilasi (assimilation)
Asimilasi
adalah sebuah proses bersatunya dua pihak yang memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda untuk menciptakan persatuan dan kesatuan baru.
4.
Akulturasi (acculturation)
Akulturasi
adalah bergabungnya dua kebudayaan tanpa melenyapkan sifat asli dari kebudayaan
itu sendiri. Proses akulturasi sering terjadi di antara dua kebudayaan yang
saling berdekatan.
3.
Keteraturan Sosial
Keteraturan
sosial merupakan sebuah kondisi dinamis yang ditimbulkan oleh terciptanya
sendi-sendi kehidupn masyarakat secara tertib dan teratur sesuai dengan sistem
nilai dan sistem norma yang berlaku. Keteraturan sosial merupakan gambaran
tentang sebuah masyarakat yang tertib. Keteraturan sosial tersebut merupakan
sebuah proses interaksi yang serasi, selaras, dan seimbang di mana
masing-masing unsur di dalam masyarakat tersebut berpegang teguh kepada sistem
nilai dan sistem norma yang berlaku
sumber : http://kapanpunbisa.blogspot.com/2012/01/pelapisan-sosial.html