Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 02 Januari 2014



Konflik Batin

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di sebutkan bahwa konflik memiliki arti (1) percekcokan; perselisihan; pertentangan; (2) ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama ( pertentangan antara dua kekuatan , pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dsb ). Sedangkan batin, di dalam kamus tersebut, diartikan : (1) yang terdapat di dalam hati; yang mengenai jiwa ( perasaan hati dsb )…..; (2) yang tersembunyi ( gaib; tidak kelihatan )…..; (3) semangat; hakikat : lahirnya menolong, batinnya menggolong,  kelihatannya speperti hendak menolong, tetapi hakikatnya merugikan.
berbatin : berkata ( membaca ) di hati;
membatin : memikir di hati; memikirkan sampai meresap ke dalam hati;
membatinkan : merahasiakan ; menyembunyikan; menyimpan di hati;
kebatinan : 1 keadaan batin ( dalam hati ); segala sesuatu yang menyangkut masalah batin; 2 ilmu yang menyangkut masalah batin; mistik; 3 ajaran atau kepercayaan bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan ketuhanan dapat dicapai dengan penglihatan batin; tasawuf; 4 ilmu yang mengajarkan jalan menuju ke kesempurnaan batin; suluk.
Dengan penjabaran secara etimologis tersebut, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti konflik batin sebagai berikut : konflik yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang bertentangan menguasai diri individu sehingga mempengaruhi tingkah laku;……
Dari uraian tersebut jelas bahwa untuk istilah konflik batin ini, arti yang dipergunakan untuk kata batin adalah arti pada poin (1) yaitu “yang terdapat di dalam hati” atau “yang mengenai jiwa ( perasaan hati dsb )”, bukan arti pada poin lain. Jadi, konflik batin merupakan pertentangan yang terdapat dalam hati seseorang akibat adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang akibat dari pertentangan tersebut berpengaruh terhadap perilaku seorang individu.
Sampai di sini, muncul pertanyaan baru yang tak kalah abstraknya, yakni apa yang dimaksud dengan hati? Membicarakan hati tak ubahnya dengan membicarakan listrik. Sesuatu yang tak bisa dilihat wujud esensinya, tapi manifestasi atau gejalanya dapat diamati. Oleh karena itu, membicarakan hal tersebut tidak mungkin berangkat dari hasil observasi terhadap wujud esensinya sebagaimana biasa dilakukan, tetapi bermula dari asumsi-asumsi atas dasar gejala yang tampak. Berangkat dari sudut pandang seperti itu, penulis mencoba menemukan jawab atas soal-soal yang diajukan mas Adidtya.
Kita sekarang kembali kepada definisi konflik batin yang diuraikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari definisi tersebut, sedikitnya ada tiga hal yang mesti diperhatikan, yakni (1) konflik batin terjadi di dalam hati. Artinya, konflik tersebut tidak bisa dilihat, bukan merupakan aktivitas fisik; (2) konflik tersebut diakibatkan oleh adanya dua gagasan atau keinginan; (3) terjadinya konflik tersebut dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Jika kita kembali mengikuti pola pikir yang dikembangkan psikoanalisa, maka bisa diambil asumsi bahwa yang dimaksud dengan  batin atau hati adalah struktur kepribadian, yang terdiri dari bagian yang disadari dan yang tidak disadari. Contoh konflik yang terjadi di wilayah yang disadari sebagai berikut :
Seorang yang baru lulus dari SMK jurusan IT mendapat tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan periklanan. Perusahaan ini mengkhususkan diri memproduksi iklan-iklan berbentuk animasi untuk ditampilkan di televisi. Pemuda ini memang lulusan dari program studi IT, tetapi jurusan yang diambil bukan multi media melainkan jurusan jaringan. Karena itu, ia tidak tahu banyak mengenai program-program aplikasi yang dibutuhkan dalam pembuatan animasi. Hal ini ia sadari betul. Ia sangat yakin jika ia terima tawaran tersebut pasti tidak bisa bekerja dengan baik, bahkan akan mengecewakan perusahaan tersebut. Namun di sisi lain, melihat sulitnya mencari lapangan kerja dan besarnya gaji yang ditawarkan oleh perusahaan iklan itu, ia sangat ingin menerima tawaran tersebut. Ia bingung untuk menentukan sikap, menerima atau menolak tawaran itu. Pertentangan ini membuat dia murung sepanjang waktu. Dia lebih suka menyendiri. Perilaku murung dan menyendiri ini tidak akan berakhir sampai dia mengambil keputusan pasti, menerima atau menolak tawaran tersebut.
Pemuda ini menyadari bahwa pangkal musabab kegelisahan hatinya adalah adanya peluang dan kemampuan dirinya. Meski ia menyadari hal ini, ia tak memiliki cukup kemampuan untuk segera mengambil keputusan. Akibatnya, pertentangan tersebut berpengaruh terhadap perilakunya, berupa murung dan suka menyendiri.
Adapun contoh konflik batin yang lain yaitu :
Pada saat lulus SMA saya sendiri belum tau arah mana yang saya ambil untuk masa depan saya entah kenapa pada saat itu ada kerabat yang sukses menjadi seorang taruna akabri di angkatan darat itu memicu ayah saya untuk menyuruh saya mengikuti jejajk kerabat saya. Kemudian saya menuruti apa yangdisuruh ayah saya namun saya sendiri tidak ada minat masuk angkatan dan ternyata pada akhirnya saya gagal dalam tes masuk akabri dan itu sempat membuat ayah saya kecewa dan mulai memarahi saya atas kegagalan saya dan membuat saya drop pada saat itu dan stress namun pada akhirnya saya disadarkan oleh ibu saya yang berkata berarti bukan rejeki kamu untuk masuk sana,rejeki kamu ada di tempat lain dan jangan dengarkan dan turuti perintah yang tidak sejalan dan bukan minat kamu untuk terjun dalam dunia itu jadilah diri kamu sendiri cari minat dan bakat kamu diamana. Karena kata-kata itu saya akhirnya sadar dan memulai kembali dari awal dan mencari minat dan bakat yang saya punya.
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Konflik Batin
Jika merujuk pada struktur dan dinamika kepribadian yang dibangun Sigmund Frued, maka munculnya konflik batin ini adalah akibat pertentangan dari unsur-unsur kepribadian, Id, Ego dan Superego. Sebagaimana diuaraikan dalam tulisan saya terdahulu, Id berisi dorongan-dorongan instinktif-hewani; Ego berisi pikiran-pikiran rasional manusia yang sesuai dengan realitas yang dihadapi; dan Superego berisi sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat di mana individu berada.
Sepanjang hidupnya, manusia selalu mangalami konflik dari unsur-unsur kepribadian tersebut. Konflik yang sering terjadi adalah pertentangan antara Id dan Superego. Ego sebagai penengahnya. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki Ego lemah, diasumsikan, akan  seringkali mengalami konflik batin yang tak terselesaikan dengan baik. Selanjutnya, konflik batin yang tidak kunjung diselesaikan dapat mendorong terjadinya konflik individu dengan individu lainnya. Seperti halnya klien yang dicontohkan di atas, karena ia sering berperilaku impulsif-agresif mengakibatkan tidak disukai dalam pergaulan. Meski ketika normal ia berperilaku sangat baik pada orang lain, namun karena perilakunya yang impulsif tadi sulit diduga oleh teman-temannya, ia pada akhirnya dijauhi teman-temannya. Dan, sikap teman-temannya yang menjauh darinya ini menjadikan ‘penyakitnya’ bertambah parah.

sumber  : http://rohadieducation.wordpress.com/2007/09/12/konflik-batin/

ISD



P PELAPISAN SOSIAL
1.    Pengertian
Pelapisan sosial merupakan gejala alami yang dapat Anda jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaannya merupakan konsikuensi logis dari beberapa faktor yang selalau ada dalam kehidupan manusia, yaitu berkaitan dengan keturunan, pendidikan, pekerjaan, kekayaan, dan sebagainya. Dari faktor keturunan Anda mengetahui adanya golongan yang berpendidikan rendah, menengah, dan tinggi. Dari faktor pekerjaan Anda mengetahui adanya kelompok petani, pedagang, pemusik, pengamen, pemulung, dan sebagainya. Dari faktor kekayaan Anda mengetahui adanya golongan miskin, menengah, dan kaya.

Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
2.    Dasar-Dasar Pembentukan Pelapisan Sosial
Proses terbentuknya pelapisan sosial dapat terjadi melalui dua cara, yakni secara alamiah dan secara disengaja atau direncanakan oleh manusia. Pelapisan sosial yang terjadi secara alamiah tidak dapat dilepaskan oleh kecendrungan bakat, minat, dan dukungan lingkungan. Misalnya dilingkungan pantai berkembang masyarakat nelayan, di sekitar lahan yang subur berkembang masyarakat petani, dan banyak lagi contoh-contoh lain yang berhubungan dengan proses pelapisan sosial secara alamiah. Adapun pelapisan sosial yang sengaja direncanakan oleh manusia dapat diperhatikan pada organisasi politik seperti pembagian kekuasaan, pembentukan organisasi politik, dan lain sebagainya.
a.    Pelapisan Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Di pandang dari sudut ekonomi terdapat tiga lapisan masyarakat, yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Masyarakat kelas atas (upper class) merupakan kelompok orang kaya yang diliputi dengan kemewahan. Masyarakat kelas menengah (middle class) merupakan kelompok orang yang berkecukupan, yakni mereka yang berfkecukupan dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan masyarakat kelas bawah (lower class) merupakan sekelompok orang miskin yang sering mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b.    Pelapisan Sosial Bersdasarkan Kriteria Sosial
Sehubungan dengan status sosial, Robert M.Z. Lawang mengemukakan dua pengertian, yakni ditinjau dari sudut obyektif dan subyektif. Secara obyektif, status sosial merupakan suatu tatanan hak dan kewajiban yang secara hierarkis terdapat dalam suatu struktur formal sebuah organisasi. Secara subyektif, status sosial merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang yang terkait dengan siapa seseorang tersebut berhubungan. Dalam kaitan ini, secara subyektif seorang bisa saja memberikan penilaian terhadap orang lain, apakah lebih tinggi atau lebih rendah statusnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk memberikan penilain, apakah seseorang memiliki status sosial lebih tignggi atau lebih rendah dalam kehidupan sosial. Talcot Parsons mengemukakan lima kriteria sebagai berikut:
1)        Kelahiran, yakni status yang diperoleh berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawwanan, ras, dan lain-lain.
2)        Kepemilikan, yakni status yang dipeeroleh berdasarkan harta yang diperoleh berdasarkan harta yang dimiliki oleh seseorang, seperti miskin, sedang, dan kaya.
3)        Kualitas pribadi, yakni status yang diperoleh berdasarkan kualitas-kualitas kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti kecerdasan, kelembutan, kebijaksanaan, dan lain-lain.
4)        Otoritas, yakni status yang diperoleh berdasarkan kemampuan untuk memengaruhi orang lain sehingga bersedia mengikuti segala sesuatu yang diinginkan.
5)        Prestasi, yakni status yang diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai, baik dalam hal berusaha, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
c.    Pelapisan Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Status sosial  yang berdasarkan kriteria politik merupakan penggolongan anggota masyarakat berdasarkan tingkat kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar kekuasaan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula statusnya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mac Iver mengemukakan tiga pola umum dalam sistem pelapisan kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarkhis, dan tipe demokratis.
Pola pelapisan sosial tipe kasta memiliki garis pemisah yang sangat tegas dan sulit ditembus. Pola pelapisan kekuasaan tipe kasta ini dapat diperhatikan pada sistem kekuasaan yang terdapat pada kerajaan-kerajaan. Pola pelapisan kekuasaan tipe oligharkis juga menggambarkan adanya garis pemisah yang tegas antara tiap-tiap lapisan, akan tetapi perbedaan antara tiap-tiap pelapisan tersebut tidak terlalu kaku.
Adapun dalam referensi lain dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut:
Ukuran Kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
Ukuran Kekuasaan dan Wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghoramti orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar umtuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
3.    Pengaruh Pelapisan Sosial
Adanya pelapisan sosial dapat mengakibatkan atau memengaruhi tindakan-tindakan warga masyarakat dalam interaksi sosialnya. Pola tindakan individi-individu masyarakat sebagai kensekuensi dari adanya perbedaan status dan peran sosial akan muncul dengan sendirinya. Pelapisan masyarakat memengaruhi munculnya Life Chesser dan life stile tertentu dalam masyarakat, yaitu kemundahan hidup dan gaya hidup tersendiri. Misalnya, orang kaya (lapisan atas) akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidupnya, jika dibandingkan orang miskin (lapisan bawah); dan orang kaya akan punya gaya hidup tertentu yang berbeda dengan orang miskin.
B.       PERBEDAAN SOSIAL
1.    Pengertian
Pada dasarnya perbedaan menunjukan adanya keragaman. Bangsa Indonesia memiliki keragaman yang luar biasa yang merupakan potensi tersendiri bagi pembangunan, baik ditinjau dari suku, adat istiadat, bahasa, ras, budaya, agama, dan lain sebagainya. Keragaman seperti ini menunjukan adanya perbedaan sosial pada masyrakat Indonesia. Konsep perbedaan sosial lebih diartikan sebagai keragaman yang bersifat horisontal, bukan pembedaan kelas yang bersifat vertikal.
Perbedaan sosial mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Ciri-ciri fisik, yakni ciri-ciri yang berhubungan dengan sifat-sifat yang ditunjukan oleh ras, seperti: bentuk dan warna rambut, warna kulit, postur tubuh, bentuk dan warna mata, dan lain sebagainya.
b.      Ciri-ciri sosial, yakni ciri-ciri yang berhubungan dengan fungsi warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
c.       Ciri-ciri budaya, yakni ciri-ciri yang berhubungan dengan adat istiadat dan kebudayaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
  1. Bentuk-Bentuk Perbedaan Sosial
a.      Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan kategori sosial yang tidak bisa dibantah karena didapatkan oleh manusia berdasarkan kelahiran. Secara prinsip perbedaan jenis kelamin merupakan perbedaan yang bersifat horisontal sehingga tidak ada perbedaan tingkatan yang didasarkan atas jenis kelamin.
b.      Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Ras
Penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri fisik yang khas tersebut dikenal dengan istilah ras. Dengan demikian, ras merupakan pengelompokan manusia yang didasarkan atas ciri-ciri fisik atau biologis yang melekat pada diri manusia tersebut, bukan ciri-ciri yang bersifat sosio-kultural.
A.L. Kroeber, seorang ahli somatologi, menjelaskan bahwa ras manusia di dunia dibedakan atas lima macam, yaitu Australoid, Mongoloid, Kaukasoid, Negroid, dan ras-ras khusus lainnya.
c.       Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Profesi
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Orang yang telah ahli dan mengeluti bidang pekerjaan tertentu dikenal sebagai orang yang profesional.
Selaras dengan perkembangan zaman, manusia dituntut untuk profesional. Oleh karena itu, mau tidak mau manusia harus memilih salah satu bidang yang menjadi kecendrungan terkuat dari dirinya sehingga benar-benar ahli dalam bidang yang diplih tersebut.
d.      Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Klan
Klan merupakan suatu satuan sosial yang para anggotanya memiliki hubungan kekerabatan. Kesatuan Klan didasarkan atas hubungan darah atau keturunan. Kelompok kerabatnya yang didasarkan pada garis keturunan dari pihak bapak dikenal dengan istilah patrilineal, sedangkan kelompok ekerabatan yang didasarkan pada garis keturunan dari pihak ibu dikenal dengan istilah matrilineal.
e.       Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Suku Bangsa
Adapun beberapa kesamaan ciri-ciri yang membentuk suku bangsa antara lain: (a) tipologi fisik, (b) bahasa yang digunakan, (c) adat istiadat, (d) kesenian, dan (e) adanya kesadaran kolektif. Perbedaan suku bangsa bersifat horisontal sehingga masing-masing suku bangsa memiliki persamaan derajat, harkat, dan martabat.
f.        Perbedaan Sosial Berdasarkan Perbedaan Agama
Menurut Emile Durkheim, agama merupakan suatu sistem terpadu mengenai kepercayaan dan praktek yang berhubungan dengan hal yang suci dan menyatukan semnua pengikutnya dalam suatu komunitas maoral yang disebut umat. Setiap Dengan demikian umat merupakan penggolongan masyarakat berdasarkan agama yang dianut.

C.      INTERAKSI SOSIAL
1.      Pengertian
Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik atau proses saling memengaruhi yang terjadi antara sesama manusia. Interaksi sosial merupakan dasar bagi pembentukan sebuah sistem masyarakat karena melalui interaksi sosial itulah setiap orang akan dimungkinkan untuk saling mengenal dan secara sadar membentuk sebuah sistem masyarakat.
Tipe interaksi sosial di desa dan di kota perbedaannya sangat kontras, baik aspek kualitasnya maupun kuantitasnya. Perbedaan yang penting dalam interaksi sosial di daerah pedesaan dan perkotaan, di antaranya:
  a.   Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya dan tingkat mobilitas sosialnya rendah, maka kontrak pribadi per individu lebih sedikit. Demikian pula kontak melalui radio, televisi, majalah, poster, koran, dan media lain yang lebih sophisticated.
  b.  Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Penduduk kota lebih sering kontak, tetapi cenderung formal sepintas lalu, dan tidak bersifat pribadi (impersonal), tetapi melalui tugas atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak dengan tatap muka, ramah-tamah (informal), dan pribadi. Hal yang lain pada masyarakat pedesaan, daerah jangkauan kontak sosialnya biasanya terbatas dan sempit. Di kota kontak sosial lebih tersebar pada daerah yang luas, melalui perdagangan, perusahaan, industri, pemerintahan, pendidikan, agama, dan sebagainya. Kontak sosial di kotj penyebabnya bermacam-macam dan bervariasi bila dibandingkan dengan "dunia kecil" atau masyarakat pedesaan.
2.    Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Seperti yang disinggung sebelumnya, interaksi sosial terjadi dalam bentuk komunikasi, baik antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok, yang terjadi melalui kontak.
Interaksi sosial dapat terjadi secara berulang-ulang di antara pelaku yang sama dan dalam waktu yang relatif sama. Interaksi sosial memerlukukan pola-pola baku yang dianggap ideal agar tercipta keteraturan sosial. Pola baku yang dianggap ideal tersebut memiliki beberapa syarat, yaitu: (1) Memiliki tujuan, manfaat, dan kegunaan yang jelas dan (2) sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma-norma sosial yang berlaku. Kontak sosial dan komunikasi, sebagaimana yang telah disebutkan merupakan syarat terjadinya interaksi sosial.
3.    Proses Interaksi Sosial
Kontak sosial merupakan peristiwa bertemunya antara satu pihak dengan pihak lain, sedangkan komunikasi merupakan proses saling berhubungan dan saling menyampaikan pesan antara dua belah pihak dengan menggunakan media tertentu.
D.      KONFLIK SOSIAL
1.                   Pengertian
Konflik sosial merupakan benturan kepentingan antara dua orang atau lebih yang saling memengaruhi dalam proses interaksi sebagai akibat dari adanya perbedaan paham atau perbedaan kepentingan yang bersifat mendasar. Munculnya konflik di awali oleh adanya jurang pemisah yang meretakkan proses interaksi sosial.
Wujud konflik sosial ditandai oleh adanya upaya saling mengancam dan bahkan saling menghancurkan satu sama lain secara tidak wajar dan tidak konstitusional.
Jika interaksi dilaksanakan secara serasi, selaras, dan seimbang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, maka akan tercipta sebuah keteraturan sosial sehingga kehidupan akan terasa aman dan tentram. Sebaliknya, jika interaksi yang dilakukan bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, maka akan terjadi konflik sosial yang tidak dikehendaki.

2.                   Bentuk-Bentuk Interaksi yang Menghambat Terciptanya Keteraturan Sosial
1. Persaingan(competitive)
Pada dasarnya persaingan merupakan suatu perjuangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh hasil yang diinginkan tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik dari pesaingnya.
2. Kontravensi
Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang menunjukan gejala ketidaksenangan terhadap pihak lain, baik yang dinyatakan secara terang-terangan maupun secara tersembunyi.
3. Pertentangan (conflict)
Pertentangan atau konflik dapat terjadi karena adanya perbedaan paham dan perbedaan kepentingan yang sangat mendasar sehingga menimbulkan jurang pemisah yang mengganggu proses interaksi sosial
3.         Antagonisme Sosial
Antagonisme sosial adalah suatu kondisi sosial yang mana di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling berlawanan satu sama lain sehingga mengganggu pencapaian integrasi sosial. Secara garis besar terdapat dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya antagonisme sosial, yakni: faktor-faktor yang bersifat individual dan faktor-faktor yang bersifat sosial.
Bentuk-bentuk konflik sosial:
1. Konflik antarkelas.2. Konflik antarras.
3. Konflik antarkelompok horisontal.
4. Konflik antarkelompok teritorial.
5. Konflik antarkelompok korporatif.
6. Konflik antarkelompok ideologis.

E.       INTEGRASI SOSIAL
1.                Pengertian
Integrasi merupakan proses mempersatukan masyarakat sehingga terjadi hubungan-hubungan yang harmonis yang didasarkan atas tatanan-tatanan yang disepakati bersama. Menyatukan beberapa masyarakat sama artinya dengan membuang beberapa antagonisme yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan dan sekaligus menghentikan pergolakan yang dapat mengancam integrasi. Interaksi yang dilaksanakan secara serasi, selaras, dan seimbang berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, akan menciptakan keteraturan sosial. Keteraturan sosial bisa dianggap sebagai kondisi yang mendukung terciptanya integrasi sosial.
Integrasi merupakan proses mepersatukan masyarakat sehingga terjadi hubungan-hubungan yang harmonis yang didasarkan atas tatanan-tatanan yang disepakati bersama.
2.    Bentuk-Bentuk Interaksi yang Mendorong Terciptanya Keteraturan Sosial
1.      Kerjasama (cooperation)
Ditinjau dari pelaksanaannya, James D. Thomson dan William J. Mc Ewen, membedakan kerjasama atas lima bentuk, yaitu: (a) kerukunan yang meliputi gotong royong dan tolong menolong, (b) bargaining, yaitu kerjasama yang dilaksanakan atas dasar perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih, (c) kooptasi, yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dalam suatu organisasi untuk menghindari kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan, (d) koalisi, yaitu kerjasama yang dilaksanakan oleh dua organisasi atau lebih yang memiliki tujuan yang sama, dan (e) joint-venture, yakni kerjasama saling berpatungan yang dilaksanakan karena adanya pengusahaan proyek-proyek tertentu.
2.      Akomodasi (accomodation)
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian yang terjadi melalui proses interaksi, baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dalam rangka meredakan tegangan.
3.      Asimilasi (assimilation)
Asimilasi adalah sebuah proses bersatunya dua pihak yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda untuk menciptakan persatuan dan kesatuan baru.
4.      Akulturasi (acculturation)
Akulturasi adalah bergabungnya dua kebudayaan tanpa melenyapkan sifat asli dari kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi sering terjadi di antara dua kebudayaan yang saling berdekatan.
3.                Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial merupakan sebuah kondisi dinamis yang ditimbulkan oleh terciptanya sendi-sendi kehidupn masyarakat secara tertib dan teratur sesuai dengan sistem nilai dan sistem norma yang berlaku. Keteraturan sosial merupakan gambaran tentang sebuah masyarakat yang tertib. Keteraturan sosial tersebut merupakan sebuah proses interaksi yang serasi, selaras, dan seimbang di mana masing-masing unsur di dalam masyarakat tersebut berpegang teguh kepada sistem nilai dan sistem norma yang berlaku

sumber : http://kapanpunbisa.blogspot.com/2012/01/pelapisan-sosial.html