Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 02 Januari 2014



Konflik Batin

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, di sebutkan bahwa konflik memiliki arti (1) percekcokan; perselisihan; pertentangan; (2) ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama ( pertentangan antara dua kekuatan , pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dsb ). Sedangkan batin, di dalam kamus tersebut, diartikan : (1) yang terdapat di dalam hati; yang mengenai jiwa ( perasaan hati dsb )…..; (2) yang tersembunyi ( gaib; tidak kelihatan )…..; (3) semangat; hakikat : lahirnya menolong, batinnya menggolong,  kelihatannya speperti hendak menolong, tetapi hakikatnya merugikan.
berbatin : berkata ( membaca ) di hati;
membatin : memikir di hati; memikirkan sampai meresap ke dalam hati;
membatinkan : merahasiakan ; menyembunyikan; menyimpan di hati;
kebatinan : 1 keadaan batin ( dalam hati ); segala sesuatu yang menyangkut masalah batin; 2 ilmu yang menyangkut masalah batin; mistik; 3 ajaran atau kepercayaan bahwa pengetahuan kepada kebenaran dan ketuhanan dapat dicapai dengan penglihatan batin; tasawuf; 4 ilmu yang mengajarkan jalan menuju ke kesempurnaan batin; suluk.
Dengan penjabaran secara etimologis tersebut, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi arti konflik batin sebagai berikut : konflik yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang bertentangan menguasai diri individu sehingga mempengaruhi tingkah laku;……
Dari uraian tersebut jelas bahwa untuk istilah konflik batin ini, arti yang dipergunakan untuk kata batin adalah arti pada poin (1) yaitu “yang terdapat di dalam hati” atau “yang mengenai jiwa ( perasaan hati dsb )”, bukan arti pada poin lain. Jadi, konflik batin merupakan pertentangan yang terdapat dalam hati seseorang akibat adanya dua atau lebih gagasan atau keinginan yang akibat dari pertentangan tersebut berpengaruh terhadap perilaku seorang individu.
Sampai di sini, muncul pertanyaan baru yang tak kalah abstraknya, yakni apa yang dimaksud dengan hati? Membicarakan hati tak ubahnya dengan membicarakan listrik. Sesuatu yang tak bisa dilihat wujud esensinya, tapi manifestasi atau gejalanya dapat diamati. Oleh karena itu, membicarakan hal tersebut tidak mungkin berangkat dari hasil observasi terhadap wujud esensinya sebagaimana biasa dilakukan, tetapi bermula dari asumsi-asumsi atas dasar gejala yang tampak. Berangkat dari sudut pandang seperti itu, penulis mencoba menemukan jawab atas soal-soal yang diajukan mas Adidtya.
Kita sekarang kembali kepada definisi konflik batin yang diuraikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari definisi tersebut, sedikitnya ada tiga hal yang mesti diperhatikan, yakni (1) konflik batin terjadi di dalam hati. Artinya, konflik tersebut tidak bisa dilihat, bukan merupakan aktivitas fisik; (2) konflik tersebut diakibatkan oleh adanya dua gagasan atau keinginan; (3) terjadinya konflik tersebut dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Jika kita kembali mengikuti pola pikir yang dikembangkan psikoanalisa, maka bisa diambil asumsi bahwa yang dimaksud dengan  batin atau hati adalah struktur kepribadian, yang terdiri dari bagian yang disadari dan yang tidak disadari. Contoh konflik yang terjadi di wilayah yang disadari sebagai berikut :
Seorang yang baru lulus dari SMK jurusan IT mendapat tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan periklanan. Perusahaan ini mengkhususkan diri memproduksi iklan-iklan berbentuk animasi untuk ditampilkan di televisi. Pemuda ini memang lulusan dari program studi IT, tetapi jurusan yang diambil bukan multi media melainkan jurusan jaringan. Karena itu, ia tidak tahu banyak mengenai program-program aplikasi yang dibutuhkan dalam pembuatan animasi. Hal ini ia sadari betul. Ia sangat yakin jika ia terima tawaran tersebut pasti tidak bisa bekerja dengan baik, bahkan akan mengecewakan perusahaan tersebut. Namun di sisi lain, melihat sulitnya mencari lapangan kerja dan besarnya gaji yang ditawarkan oleh perusahaan iklan itu, ia sangat ingin menerima tawaran tersebut. Ia bingung untuk menentukan sikap, menerima atau menolak tawaran itu. Pertentangan ini membuat dia murung sepanjang waktu. Dia lebih suka menyendiri. Perilaku murung dan menyendiri ini tidak akan berakhir sampai dia mengambil keputusan pasti, menerima atau menolak tawaran tersebut.
Pemuda ini menyadari bahwa pangkal musabab kegelisahan hatinya adalah adanya peluang dan kemampuan dirinya. Meski ia menyadari hal ini, ia tak memiliki cukup kemampuan untuk segera mengambil keputusan. Akibatnya, pertentangan tersebut berpengaruh terhadap perilakunya, berupa murung dan suka menyendiri.
Adapun contoh konflik batin yang lain yaitu :
Pada saat lulus SMA saya sendiri belum tau arah mana yang saya ambil untuk masa depan saya entah kenapa pada saat itu ada kerabat yang sukses menjadi seorang taruna akabri di angkatan darat itu memicu ayah saya untuk menyuruh saya mengikuti jejajk kerabat saya. Kemudian saya menuruti apa yangdisuruh ayah saya namun saya sendiri tidak ada minat masuk angkatan dan ternyata pada akhirnya saya gagal dalam tes masuk akabri dan itu sempat membuat ayah saya kecewa dan mulai memarahi saya atas kegagalan saya dan membuat saya drop pada saat itu dan stress namun pada akhirnya saya disadarkan oleh ibu saya yang berkata berarti bukan rejeki kamu untuk masuk sana,rejeki kamu ada di tempat lain dan jangan dengarkan dan turuti perintah yang tidak sejalan dan bukan minat kamu untuk terjun dalam dunia itu jadilah diri kamu sendiri cari minat dan bakat kamu diamana. Karena kata-kata itu saya akhirnya sadar dan memulai kembali dari awal dan mencari minat dan bakat yang saya punya.
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Konflik Batin
Jika merujuk pada struktur dan dinamika kepribadian yang dibangun Sigmund Frued, maka munculnya konflik batin ini adalah akibat pertentangan dari unsur-unsur kepribadian, Id, Ego dan Superego. Sebagaimana diuaraikan dalam tulisan saya terdahulu, Id berisi dorongan-dorongan instinktif-hewani; Ego berisi pikiran-pikiran rasional manusia yang sesuai dengan realitas yang dihadapi; dan Superego berisi sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat di mana individu berada.
Sepanjang hidupnya, manusia selalu mangalami konflik dari unsur-unsur kepribadian tersebut. Konflik yang sering terjadi adalah pertentangan antara Id dan Superego. Ego sebagai penengahnya. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki Ego lemah, diasumsikan, akan  seringkali mengalami konflik batin yang tak terselesaikan dengan baik. Selanjutnya, konflik batin yang tidak kunjung diselesaikan dapat mendorong terjadinya konflik individu dengan individu lainnya. Seperti halnya klien yang dicontohkan di atas, karena ia sering berperilaku impulsif-agresif mengakibatkan tidak disukai dalam pergaulan. Meski ketika normal ia berperilaku sangat baik pada orang lain, namun karena perilakunya yang impulsif tadi sulit diduga oleh teman-temannya, ia pada akhirnya dijauhi teman-temannya. Dan, sikap teman-temannya yang menjauh darinya ini menjadikan ‘penyakitnya’ bertambah parah.

sumber  : http://rohadieducation.wordpress.com/2007/09/12/konflik-batin/

0 komentar:

Posting Komentar